JAKARTA, KOMPAS.TV - PPKM skala mikro di Jawa dan Bali antara 9 Februari hingga 22 Februari mendatang, dikeluarkan karena PPKM sebelumnya dinilai kurang efektif menekan laju penularan covid-19 di tengah masyarakat.
Namun, terdapat pelonggaran pada PPKM mikro, di antaranya pembatasan work from home, atau bekerja dari rumah, turun dari PPKM sebelumnya 75 persen, menjadi 50 persen.
Jam buka mal juga bertambah hingga pukul sembilam malam, dari PPKM sebelumnya jam delapan malam.
Berbeda dengan PPKM sebelumnya, PPKM mikro menempatkan desa sebagai wilayah pelaksanaan pembatasan berskala mikro, dengan pelaksananya berasal dari berbagai unsur masyarakat desa dan menggunakan anggaran desa.
Skenario pengendalian bertujuan menemukan suspek dan melacak seluruh kontak erat, sekaligus isolasi mandiri.
Satu RT masuk zona oranye, jika terdapat enam hingga 10 rumah dengan kasus positif covid-19.
Di zona oranye, skenario pengendalian dilakukan dengan upaya penemukan suspek dan pelacakan, disertai penutupan rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum.
Sementara untuk RT dengan kasus positif lebih dari 10 rumah, masuk kategori zona merah.
Skenario pengendalian ditambah dengan larangan berkumpul lebih dari tiga orang, pembatasan keluar masuk wilayah RT maksimal hinggal pukul delapan malam, dan kegiatan masyarakat seperti arisan dilarang.
PPKM mikro dengan penekanan pelaksanaan di wilayah desa hingga zonasi risiko di tingkat RT, dinilai masih kurang efektif, jika tidak diimbangi dengan tingkat testing dan tracing yang masif.
Menurut Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo, dengan tingkat testing dan tracing di Indonesia yang masih rendah, PPKM sebaiknya diterapkan dalam skala makro, dengan menyasar pembatasan atau karantina dalam wilayah provinsi atau pulau.
Efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengendalikan penularan covid-19 melalui PPKM skala mikro, segera akan mendapat ujian.