JAKARTA, KOMPAS.TV - Niat baik, membatasi jumlah pengunjung agar kondisi Candi Borobudur sebagai cagar budaya tetap lestari adalah niat yang luhur.
Namun urusan komersial, perlu kembali dikaji pemerintah supaya tak cuma orang yang mampu yang bisa melihat dan mengagumi kemegahan bangunan warisan dunia di Magelang, Jawa tengah.
Ya, rencana pemerintah menaikkan harga tiket sebesar Rp 750 ribu untuk naik ke Candi Borobudur menuai perdebatan.
Niat komersialisasi dinilai lebih kental dibanding niat menjaga dan merawat candi.
Candi Borobudur dibangun pada abad kesembilan, di masa Raja Samaratungga dari Kerajaan Mataram Kuno.
Mahakarya arsitektur Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, ini jadi bahan perdebatan publik saat ini.
Yang naik ke candi, kini rencananya mesti membayar Rp 750 ribu per orang.
Selain itu, nantinya semua wisatawan yang masuk ke Candi Borobudur diwajibkan menggunakan jasa pemandu warga lokal.
Saat ini, harga tiket ke Candi Borobudur masih sama dengan tiket masuk, yakni Rp 50 ribu.
Bila diterapkan, rencana pemerintah membedakan harga tiket masuk dengan tiket naik ke Candi, yakni Rp 50 ribu dan Rp 750 ribu.
Rencana pemerintah ini, alasannya adalah untuk merawat kondisi candi yang mulai tambah aus atau rusak.
Prinsipnya membatasi jumlah orang ke candi, yakni maksimal 1.200 orang per hari, supaya tingkat kerusakan bisa dicegah.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo Manahutu, cara ini juga dilakukan pemerintah negara lain dalam merawat warisan budaya bangsanya.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/296202/setuju-atau-tidak-harga-tiket-naik-ke-candi-borobudur-jadi-rp-750-ribu-untuk-wni