Dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap seni tradisi yang terdesak dengan seni kontemporer dan mengalami kemandekan di tahun 2000-an, alumni SMKI (sekarang SMK N 8 Surakarta) mendirikan komunitas Langen Beksan Nemlikuran.
Komunitas ini digagas oleh Sunarno Purwolelono (Alm.), Hari Subagyo (Alm.), Wahyu Santoso Prabowo, Dr. Daryono, dan ST. Wiyono. Berdiri sejak Maret 2003, Langen Beksan Nemlikuran tergerak untuk melestarikan budaya nusantara lewat pertunjukan tari tradisional.
"Tujuannya itu untuk memberi ruang, semacam ruang untuk berproses, semacam laboratorium, kemudian ada diskusi-diskusi, dan kemudian ada pagelaran tari. Dan disepakati setiap bulan digelar beberapa nomor tari, yang orientasinya lebih pada tari tradisi," ungkap Wahyu Santoso Prabowo.
Nemlikuran diambil dari kata nemlikur yang berarti dua puluh enam dalam Bahasa Jawa. Pertunjukan tari yang digelar setiap bulannya di tanggal 26 berhasil menarik perhatian masyarakat untuk ikut menyaksikan pagelaran.
Dalam setiap pertunjukkan juga melibatkan penari dan pemain gamelan dari yang berusia muda hingga alumni senior.
"Klasik itu tidak sekedar menggerakkan badan, tapi ada unsur estetik yang tinggi. Dan di situlah kemunculan keinginan saya untuk mempelajari seni tari klasik, itu menarik untuk saya," ujar Eighar, salah satu penari muda di komunitas ini.
Di tengah pandemi Covid-19, pagelaran tari dilangsungkan melalui live streaming agar tetap bisa dinikmati oleh masyarakat dari rumah masing-masing.
Pimpinan produksi Langen Beksan Nemlikuran, Richa Amalia Putri, berharap agar seluruh pihak dapat mendukung secara moral maupun material, agar Langen Beksan Nemlikuran dapat bertahan sebagai laboratorium seni untuk melestarikan seni khususnya Jawa di tengah perkembangan zaman.(*)
Video Editor: Agus Eko