JAKARTA, KOMPAS.TV - Aksi unjuk rasa dilakukan mahasiswa di Tugu Adipura, Kota Bandar Lampung.
Mereka menilai banyak masalah dalam undang-undang cipta kerja.
Salah satunya soal kesalahan pengetikan dalam naskah undang undang itu.
Sebelumnya, Senin, 2 November lalu, Presiden Joko Widodo telah resmi meneken undang undang cipta kerja yang memuat 1.187 halaman.
Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman mengatakan, UU itu bertujuan untuk mewujudkan indonesia yang lebih maju.
Meski sudah ditandatangani presiden, masih ditemukan kesalahan dalam naskah final UU cipta kerja.
Kesalahan ini sempat viral di media sosial.
Salah satunya ada di pasal 6 UU Cipta Kerja, yang merujuk ke pasal 5 ayat 1 huruf A, padahal pasal 5 tidak memiliki satu ayat pun.
Kementerian Sekretariat Negara, menyatakan kesalahan pengetikan itu murni kesalahan manusia.
Asisten Deputi Humas Kemensetneg, Eddy Cahyono Sugiarto menyatakan, telah menjatuhkan sanksi kepada pejabat terkait yang melakukan kesalahan.
"Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada presiden, kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin," kata Eddy Cahyono seperti kami kutip dari kompas.com.
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menyebut, salah ketik dalam UU cipta kerja tak berpengaruh pada norma yang diatur di dalamnya.
Untuk memperbaikinya, Yusril mengusulkan, presiden bisa meminta menterinya rapat dengan dpr untuk memperbaiki salah ketik itu.
Namun menurut Pengajar Hukum Tata Negara STH Jentera, Bivitri Susanti, menyebut, kesalahan ketik berdampak bahwa pasal-pasal itu tidak bisa dilaksanakan.
Untuk itu dia mendorong penerbitan perppu untuk memberikan kepastian hukum, agar pasal-pasal tersebut bisa dilaksanakan.
Sebagai produk hukum, UU cipta kerja harus bersih dari kesalahan, agar tidak terjadi penahaman yang berbeda-beda, dan yang paling penting UU ini bisa memberikan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja.