JAKARTA, KOMPAS.TV - Polda Metro Jaya menggerebek klinik aborsi di daerah Senen, Jakarta Pusat.
Pelaku adalah pecatan dokter yang sudah masuk daftar pencarian orang sejak 2016 lalu.
Petugas Subdit Sumber Daya Lingkungan, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, menggerebek praktik aborsi ilegal, turut ikut dalam penggerebekan, Komnas perlindungan anak.
Menurut Kabid humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, polisi menetapkan 3 orang tersangka, yakni 'A', seorang dokter yang juga merupakan residivis atas kasus yang sama.
'I', seorang bidan, dan 'R', seorang perempuan yang berperan memasarkan klinik ini melalui media sosial.
Ketiganya yang sudah mengenakan rompi tahanan, ikut diiperlihatkan, untuk menunjukan modus operandi praktik mereka.
Lokasi klinik aborsi berada di jalan paseban raya nomor 61, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Klinik adalah rumah tinggal yang dimodifikasi menjadi semacam klinik yang dilengkapi peralatan medis.
Lokasi ini sudah diberi garis polisi untuk penyidikan lebih lanjut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus menyatakan, selama klinik dibuka sejak 21 bulan lalu, tersangka telah menggugurkan lebih dari 900 janin dari 1.300 pasien, dengan omzet mencapai lima miliar rupiah.
Polisi menambahkan, klinik ini memiliki 100 calo, dan 50 dokter cadangan yang membantu proses aborsi.
Ketiga tersangka dijerat pasal-pasal berlapis tentang kesehatan dan perlindungan anak dengan ancaman hukuman selama 20 tahun penjara.
Polisi terus melakukan pengembangan untuk mengungkap klinik serupa di jakarta.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, KPAI, meminta polisi mengusut tuntas kasus klinik aborsi ilegal di kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Menurut KPAI, praktik aborsi ilegal bisa dikenakan undang-undang perlindungan anak.
Menurut KPAI, nyawa manusia meski berbentuk janin atau dalam kandungan, tetap memiliki hak hidup.
Aborsi termasuk kejahatan kemanusiaan karena menghilangkan hak hidup secara paksa.
Kecuali atas pertimbangan medis, yang membahayakan nyawa sang ibu.
Meski demikian, KPAI berharap, adanya tindakan antisipasi terkait risiko aborsi bagi kesehatan perempuan.