Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUN-VIDEO.COM - KPK terus mendalami kasus korupsi Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik/e-KTP).
Oleh karenanya, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi masuk daftar pemeriksaan. Ia jadi terperiksa untuk tersangka Markus Nari.
Seusai diperiksa KPK, Gamawan mengaku dikonfirmasi soal hubungannya dengan Markus Nari.
"Yang ditanya cuma satu, kenal nggak sama Pak Markus, kenal. Di mana kenalnya? Di DPR, tapi nggak pernah ngobrol dengan saya," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Selain itu, Gamawan juga menjelaskan ihwal anggaran untuk proyek e-KTP. Dia mengatakan tak ada penambahan anggaran per tahun karena proyek tersebut memang dikerjakan multiyears.
"Sebenarnya nggak ada istilah tambahan anggaran. Itu yang keliru. Kontraknya multiyears, kalau kurang tahun ini, disempurnakan tahun depan. Jadi itu saya koreksi, mana ada istilah tambahan anggaran, malah berkurang dari Rp 5,8 triliun itu kan nggak sampai Rp 5,8 itu dibayarkan," tuturnya.
Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP sejak Juli 2017. Markus diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain dalam pengadaan paket e-KTP tahun 2011-2013. Kasus ini merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun.
Markus diduga berperan memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek e-KTP di DPR. Berdasarkan fakta persidangan, Markus bersama sejumlah pihak lain meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar pada 2012.
Namun, Markus baru menerima Rp 4 miliar. Uang ini diduga untuk memuluskan pembahasan anggaran perpanjangan proyek e-KTP tahun 2013 sebesar Rp 1,49 triliun
KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Delapan orang tersebut yakni, Irman, Sugiharto, Anang Sugiana Sudihardjo, Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, dan Made Oka Masagung.
Saat ini, hanya Markus Nari yang masih dalam proses penyidikan KPK. Sementara tujuh orang lainnya sudah divonis bersalah dan dipidana penjara.