Soekarno dikenal sebagai seorang tokoh yang sangat dihormati karena kontribusinya yang besar dalam perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara. Selain itu, Soekarno juga terkenal sebagai sosok laki-laki yang karismatik dan mampu membuat perempuan jatuh cinta.
Salah satu perempuan yang terpikat olehnya adalah Fatmawati, istri yang menjadi saksi saat proklamasi kemerdekaan dibacakan. Ia juga memiliki peran penting dalam menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. Namun, kisah cinta antara Sukarno dan Fatmawati tidak selalu berjalan mulus. Soekarno dan Fatmawati pernah mengalami keretakan dalam hubungan mereka.
Akibatnya, Fatmawati tidak pernah menjenguk Soekarno yang sakit setelah keluar dari Istana. Bahkan saat Soekarno meninggal dunia, Fatmawati tetap tidak menghadiri pemakaman suaminya.
Pada dekade 50-an, hubungan mereka terlihat merenggang. Hal ini diungkapkan oleh Fatmawati dalam bukunya yang berjudul "Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno, Bagian 1" yang diterbitkan pada tahun 1978. Dalam buku tersebut, Fatmawati memaparkan pengalaman terakhirnya di Istana.
Pada tanggal 13 Januari 1953, anak bungsu Soekarno dan Fatmawati lahir dengan nama Mohammad Guruh Irianto Soekarno Putra. Saat melahirkan Guruh, Fatmawati kehabisan darah yang cukup banyak sehingga harus menjalani operasi. Dokter memberikan saran kepada Fatmawati agar tidak melahirkan lagi karena akan membahayakan kesehatannya.
Kabar dari dokter tersebut diiringi dengan permintaan Soekarno yang meminta izin untuk menikah lagi dengan perempuan lain, namun Fatmawati tidak setuju. Sejak awal pernikahan dengan Sukarno, Fatmawati telah menolak poligami dengan tegas. Jika Soekarno tetap bersikeras menikah lagi, Fatmawati meminta untuk dikembalikan ke orang tuanya.
Hingga akhirrnya puncak permasalahan tersebut terjadi saat Fatmawati berencana untuk meninggalkan Istana. Ketika ia ingin mengajukan permohonan pamit meninggalkan istana negara, Soekarno justru tidak mengabulkannya.
Bagi Soekarno, istana adalah rumah mereka yang harus mereka tinggali bersama-sama. Namun Fatmawati menjawab bahwa istana bukan rumahnya, keadaan ia dan Soekarno sekarang sudah lain.
Kalimat itu ternyata merupakan ucapan perpisahan Fatmawati. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, tanpa ada keributan dan penuh dengan ketenangan, Fatmawati mengucapkan bismillah lalu melangkah pergi meninggalkan gerbang istana.
Fatmawati meninggalkan istana dan juga anak-anaknya yang lain. Hanya Guruh yang masih bayi yang dibawa bersamanya ke rumah barunya di jalan Siliwangi, Kebayoran Baru. Kepergian Fatmawati tersebut lantas membuat para pelayan istana terdiam.
Winoto Danuasmoro yang merupakan sahabat dekat dan orang kepercayaan Soekarno, mengisahkan peristiwa setelah kepergian Fatmawati. Soekarno meminta bantuan Winoto untuk membujuk Fatmawati agar kembali ke istana.
Soekarno membutuhkan perantara karena Fatmawati tidak mau berbicara lagi dengan Soekarno.
...