TEMPO.CO - Kelanjutan program siaran Liga Inggris di TVRI sepenuhnya tergantung kepada kesepakatan dengan Mola TV selaku pemilik hak siar. "Belum ada perbincangan dengan Mola, tapi kami akan comply, kami sepakat menyelesaikan dulu musim ini, lalu melakukan evaluasi untuk selanjutnya," ujar Direktur Program dan Berita TVRI Apni Jaya Putra selepas rapat bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen Senayan, Senin 27 Desember 2020.
Siaran pertandingan sepak bola Liga Inggris itu sebelumnya dipersoalkan oleh Dewan Pengawas TVRI . Bahkan, disebut-sebut salah satu alasan pemecatan Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya, adalah karena Liga Inggris tersebut.
Apni menjelaskan, keberlanjutan kerja sama penayangan Liga Inggris itu sangat bergantung kepada kenyamanan hubungan Mola TVdengan TVRI. "Mola kan pemegang hak siar. Nah, Mola nyaman enggak kerja sama dengan TVRI seperti ini? Inii kan harus menjadi perhatian kami," tutur dia.
Ia memastikan, TVRI akan menjelaskan duduk perkara yang terjadi dengan Mola TV. Selepas itu, dia mempersilakan saluran swasta tersebut untuk mengevaluasi. Tak menutup kemungkinan, kata Apni, Mola TV merasa tidak nyaman dengan adanya persoalan itu, sehingga kelanjutan kerja sama ditinjau ulang.
Sebelumnya, Anggota Dewan Pengawas TVRI, Pamungkas Trishadiatmoko, memaparkan alasan Direktur Utama Helmy Yahya diberhentikan dari posisinya dalam rapat bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. Salah satu alasannya adalah terkait dengan kontrak tayangan sepak bola Liga Inggris oleh perusahaan televisi pelat merah itu.
"Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya hutang skala kecil seperti Jiwasraya," ujar dia dalam rapat di Kompleks Parlemen, Selasa, 21 Januari 2020.
Pamungkas menceritakan, Dewan Pengawas mendapatkan informasi adanya tagihan dari GMV alias Global Media Visual untuk Liga Inggris Rp 27 miliar pada 31 Oktober dan jatuh tempo pada 15 November 2019. Hingga 31 Desember 2019, tutur dia, tagihan itu belum terbayarkan.
Pembayaran Liga Inggris, menurut Pamungkas, memang tidak ada dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan 2019 yang telah disahkan. Dengan demikian tagihan itu menjadi utang pada tahun 2020. Padahal, pada tahun ini pun, pembayaran tersebut tidak ada dalam RKAT.
Karena itu, Pamungkas mengatakan tagihan pembayaran Liga Inggris kepada perseroan bisa semakin menumpuk. Total, tagihan itu adalah sekitar Rp 69 miliar belum termasuk pajak. Rinciannya, angka tersebut terdiri dari Rp 27 miliar tagihan 2019, Rp 21 miliar tagihan pada Maret 2020, serta Rp 21 miliar pada September 2020, dengan masing-masing di luar biaya pajak.
Selain itu, Dewan Pengawas TVRI pun mempermasalahkan Liga Inggris lantaran pada mulanya disebut gratis. Namun ternyata pada akhirnya berbiaya total sekitar Rp 126 miliar di luar pajak dan biaya lainnya untuk kontrak tiga musim alias 2019-2022. Setiap musim, perseroan mesti menggelontorkan sekitar lebih dari Rp 552 per pertandingan untuk setiap musim.
Padahal TVRI pun hanya mendapatkan hak dua pertandingan per pekan dari sepuluh pertandingan setiap pekannya. Adapun delapan pertandingan lainnya di Mola TV dengan berlangganan. Di saat yang sama, kata Pamungkas, MNC TV yang menayangkan Liga Inggris sebelumnya menggelontorkan US$ 10 juta atau sekitar Rp 140 miliar untuk seluruh tayangan.
Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel
Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel