TEMPO.CO - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Inspektur Jenderal Luki Hermawan, mengatakan anggota keluarga mantan presiden Soeharto-disebut keluarga Cendana-berinisial AHS diduga terlibat kasus investasi bodong MeMiles. Selain AHS, istri AHS serta satu anggota keluarga Cendana lainnya ditengarai terlibat perkara itu.
"Yang jelas ada, namanya AHS dan istrinya, serta satu orang keluarganya," kata Luki di Surabaya, kemarin.
Luki mengatakan AHS berperan, di antaranya, karena ia diduga mendapatkan penghargaan dari MeMiles berupa kendaraan mewah. Selain menerima penghargaan, Luki belum bersedia membeberkan peran AHS lainya dalam perkara tersebut.
Menurut Luki, keterangan AHS sangat dibutuhkan untuk membongkar investasi bodong tersebut. Penyidik Polda Jawa Timur sudah memanggil AHS dan kedua anggota keluarga Cendana lainnya untuk diperiksa sebagai saksi kasus ini, Selasa pekan depan.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur membongkar kasus investasi bodong ini setelah menerima laporan masyarakat. Kemudian penyidik Polda mengusutnya dengan memeriksa para korban. Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, Polda menetapkan lima orang tersangka, yaitu KTM, 47 tahun, dan FS (52), Dr E (54), PH (22 tahun), dan W.
Polda juga menyita barang bukti dari para tersangka, antara lain uang tunai sebesar Rp 122 miliar, 120 mobil, dan 2 sepeda motor. Investasi MeMiles diduga beromzet Rp 750 miliar dengan korban mencapai 264 ribu orang.
Polda menduga para tersangka menjalankan investasi MeMiles secara ilegal. Para tersangka menggunakan PT Kam and Kam, yang baru berdiri delapan bulan lalu. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemasangan iklan ini diduga tak memiliki izin pendirian perseroan. Dalam menjalankan investasinya, tersangka menggunakan sistem penjualan secara langsung lewat jaringan keanggotaan. Anggota baru mendaftar lewat aplikasi‚ÄØMemiles.
Luki Hermawan mengatakan, modus investasi ini, setiap anggota yang ingin memasang iklan harus‚ÄØmelakukan top up‚ÄØterlebih dulu dengan mentransfer uang ke rekening PT Kam and Kam, sebanyak Rp 50 ribu-200 juta. Setelah melakukan top up, mereka akan mendapat penghargaan berupa mobil dan uang.
Dalam kasus ini, polisi juga memeriksa Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Riau, Maulidi Hilal. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur, Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan, mengatakan Maulidi diketahui bergabung dalam investasi itu sejak lima bulan lalu dan telah mendapat beberapa penghargaan. "Di beberapa item top up promo, dia termasuk yang paling tinggi, yakni VIP. Setornya Rp 50 juta dan dapat Rp 50 miliar," kata Gidion.
Gidion mengatakan bisnis ini dijalankan dengan memainkan psikologi publik. Jadi, setiap anggota yang mendapat penghargaan dari perusahaan wajib membuat testimoni di media sosial. Perusahaan juga kerap membayar orang-orang tertentu untuk memberi testimoni di media sosial. Tujuannya, untuk menarik masyarakat menjadi anggota MeMiles.
"Ini cara dari MeMiles untuk membuat member percaya bahwa dia sudah dapat. Ketika dia dapat, disuruh ngomong. Bahkan, ada yang tidak dapat apa-apa dan dibayar untuk mengatakan dapat mobil Hummer," ujar Gidion.
Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel
Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel