INDRAMAYU, KOMPAS.TV - Kenaikan harga elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram, per tanggal 10 Juli, mulai berdampak pada warga.
Di Jalan Murah Nara, Desa Sindang, Indramayu, Jawa Barat, pemilik pangkalan gas, menyebut omset penjualan mereka turun drastis.
Harga elpiji 5,5 kilogram, naik dari Rp89 ribu menjadi Rp100 ribu.
Sementara untuk elpiji 12 kg, dari Rp191 ribu menjadi Rp231 ribu.
Sementara, kenaikan harga sembako, terus dikeluhkan warga.
Di pasar tradisional, baik penjual maupun pembeli mengeluhkan dampak kenaikan harga bahan pokok yang hampir bersamaan.
Baca Juga Tak Hanya Gas Elpiji, Harga BBM Non Subsidi Ikut Naik di https://www.kompas.tv/article/308520/tak-hanya-gas-elpiji-harga-bbm-non-subsidi-ikut-naik
Seperti di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, mulai dari beras, tepung terigu, telur ayam hingga cabai merah, semua harganya naik, cukup siginifikan.
Harga yang semakin naik, serta kebijakan penyesuaian harga elpiji non subsidi, dikhawatirkan bisa memberikan kontribusi terhadap inflasi.
Dalam program Sapa Indonesia, Eisha Rachbini, Peneliti Indef, menyebut perang Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim global, menjadi memicu berbagai kenaikan harga, termasuk pangan.
Pemerintah diharapkan dapat mengendalikan harga pangan, agar tidak berdampak pada tingkat inflasi nasional.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Bustanul Arifin, menyebut ada berbagai antisipasi stabilisasi harga pangan.
Seperti bantuan langsung tunai, serta memastikan kebutuhan warga tersedia di pasar, dengan kerjasama antara daerah produksi dan daerah konsumen.
Pemerintah harus berusaha menstabilkan harga kebutuhan pokok, demi menjaga daya beli masyarakat.
Secara berkelanjutan, stabilnya harga pangan dan sembako juga dapat memulihkan perekonomian nasional.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/308711/warga-mengeluhkan-imbas-harga-gas-elpiji-nonsubsidi-naik-harga-bahan-pokok-juga-ikut-naik