JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden berpesan, TNI-Polri perlu berhati-hati saat mengundang penceramah agar aparat penegak hukum negara tak terpapar paham radikalisme.
Meski demikian, namun perlu dipertegas, penceramah seperti apa yang masuk kategori radikal agar tak menimbulkan salah paham?
Penceramah seperti apa yang masuk dalam kategori radikal?
Benarkah sudah ada bibit radikalisme di kalangan TNI-Polri?
Dalam pembukaan Rapat Pimpinan TNI-Polri tahun 2022, Presiden Joko Jokowi Widodo menyampaikan empat pesan penting.
Di antaranya, TNI-Polri dan anggota keluarganya diimbau untuk tidak mengundang penceramah radikal dengan mengatasnamakan demokrasi.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman menyatakan, sesuai arahan Presiden, meminta jajarannya tidak salah memilih ketika hendak mengundang penceramah.
Menurutnya, hal itu penting agar paham radikalisme tidak masuk dalam lingkungan keluarga TNI.
Dalam akun Twitter pribadinya, Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammad Cholil Nafis menanggapi pesan Presiden Jokowi.
"Ya, kita tidak suka penceramah yang membangkang negara dan anti-Pancasila, yang itu pasti melanggar hukum Islam dan hukum nasional kita.
Tapi jangan sampai yang Amar Ma'ruf Nahi Munkar karena mengkritik pemerintah, lalu disebut radikal," tuturnya.
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan, saat ini perlu diwaspadai penceramah yang ujung-ujungnya mengajak untuk melakukan perlawanan, bahkan aksi terorisme.
Selengkapnya, Kompas TV berbincang dengan Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan; serta Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris.
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/article/268172/bnpt-klaim-daftar-180-nama-penceramah-radikal-yang-banyak-tersebar-di-whatsapp-adalah-hoaks