KOMPAS.TV - Wacana Amandemen UUD 1945, kembali mencuat setelah sidang tahunan MPR pada 16 Agustus lalu.
Ketua MPR Bambang Soesatyo, melontarkan pernyataan soal perlunya pembentukan pokok-pokok haluan negara dalam pembangunan nasional.
Pembentukan PPHN, diusulkan menjadi kewenangan MPR, sehinga diperlukan Amandemen Konstitusi.
PDIP dan Partai Gerindra pun sempat menyatakan sikap terkait, rencana amendemen terbatas UUD 1945.
Kedua elit partai, sempat melakukan pertemuan tertutup pada 24 Agustus lalu, membahas sejumlah agenda politik masa depan.
Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, menyatakan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Sukarnoputri, memberikan instruksi untuk "slowing down" pembahasan Amandemen UUD 1945.
Setelah itu, Presiden Joko Widodo mengumpulkan, sejumlah petinggi partai politik pada 25 Agustus lalu di Istana Kepresidenan Jakarta, termasuk petinggi PAN, sebagai bagian dari koalisi baru.
Walau menyebut tidak ada pembahasan soal amandemen, namun Ketua Umum PAN pun berpandangan perlu ada evaluasi setelah 23 tahun berjalannya Amandemen UUD 45.
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera menilai tidak ada jaminan bahwa pembahasan amandemen UUD 1945 tidak akan melebar dan meluas ke mana-mana, bisa saja jadi pintu masuk wacana tentang masa jabatan presiden menjadi 3 periode seperti yang sudah santer terdengar di publik saat ini.
Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi menyebutkan jika sampai saat ini, PAN tidak menyetujui Amandemen menilik kondisi pandemi dan ekonomi Indonesia saat ini.
Lantas, apakah Amandemen UUD 1945 menjadi salah satu yang dibahas dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan pimpinan partai koalisi? Benarkah Amandemen UUD 45 ini muaranya ke wacana Jabatan Presiden 3 periode?
Simak pembahasannya bersama Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera serta Guru Besar Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra.