KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan dengan pimpinan partai koalisi di Istana Kepresidenan Rabu (25/08) kemarin. Pertemuan digelar setelah sehari sebelumnya elite PDI Perjuangan dan Gerindra.
Rabu sore, Istana Kepresidenan kedatangan tamu elite partai, ada 7 partai di parlemen yang diundang Presiden Joko Widodo membahas sejumlah hal dalam pertemuan tertutup.
Selain 6 kawan lama dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin ada juga Partai Amanat Nasional yang disebut sebagai sahabat baru koalisi Jokowi.
Menurut Johnny Plate, pembahasan menyangkut soal ekonomi dan pembangunan di masa pandemi salah satu pembangunan yang dibicarakan adalah ibu kota baru.
Demi memuluskan pemindahan ibu kota, presiden perlu legislatif yang kuat.
Kebetulan, sehari sebelumnya pada Selasa (24/08), seharian Jokowi mengajak Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke calon ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Dan di Jakarta pada Selasa saat Jokowi-Prabowo meninjau calon ibu kota baru, elit PDI Perjuangan dan Gerindra bertemu.
Salah satu yang dibahas elit kedua partai adalah wewenang MPR menetapkan pokok-pokok haluan negara dan untuk itu perlu mengemandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Namun Plate membantah, pertemuan dengan Jokowi juga membahas soal amendemen konstitusi.
Menurut Bivitri Susanti pengajar hukum tata negara STH Jentera, dari pertemuan para elit politik soal amendemen bisa saja terjadi karena proses politik.
Tapi bila terjadi amendemen, pasal lain di luar haluan negara dan wewenang MPR bisa juga dibahas, misalnya masa jabatan presiden.
Inilah yang juga dinilai pengajar ilmu politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Adi Prayitno, bahwa ada pembahasan konsensi politik dalam pembicaraan tertutup yang tak diungkap ke publik.
Seperti misalnya soal amendemen konstitusi untuk perpanjangan masa jabatan presiden.