KOMPAS.TV - Kasus human trafficking atau perdagangan orang di Indonesia hingga kini terus terjadi. Akhir Februari 2021 lalu, sebanyak 286 korban eksploitasi, 91 diantaranya anak-anak, diamankan polisi dari 15 mucikari yang ditangkap.
Para korban ini dijual dengan tarif 300 hingga 500 ribu rupiah, melalui media sosial. Polisi menyebut, mucikari mencari korbannya dengan berkenalan melalui media sosial.
Berdasarkan Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kasus perdagangan orang terutama perempuan dan anak pada tahun 2020 lalu naik 62,5 persen. Di tahun 2019, tercatat ada 216 kasus, sedangkan di tahun 2020 naik menjadi 351 kasus.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan meningkatnya kasus perdagangan orang, khususnya prostitusi anak di masa pandemi, karena intensitas anak mengakses gawai lebih tinggi.
Sehingga harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya orang tua.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang puspayoga, menyatakan, kasus perdagangan orang ini perlu penanganan serius dan bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi juga tugas seluruh elemen masyarakat.
Hingga kini, kasus perdagangan orang di Indonesia masih terus terjadi.
Terlebih, di situasi pandemi saat ini di mana banyak masyarakat terdampak, baik secara sosial maupun ekonomi, hingga rentan terhadap tindak pidana perdagangan orang, karena kondisi ini dimanfaatkan pelaku untuk menjerat kelompok rentan untuk masuk dalam situasi perdagangan orang.
Bagaimana memerangi tindak perdagangan orang ini?.
Untuk membahasnya, simak dialog berikut bersama Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rafail Walangitan, serta Direktur Eksekutif Yayasan Kasih Yang Utama, Winda Winowatan.