Aksi kejahatan kelompok teroris yang terjadi di Indonesia sejak puluhan tahun lalu menginisiasi dibentuknya pasukan khusus untuk penanggulangan tindak terorisme.
Detasemen Khusus 88 atau dikenal dengan Densus 88 Antiteror merupakan satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang dilatih secara khusus untuk menangani segala ancaman terorisme di Indonesia.
Densus 88 dibentuk setelah peristiwa Bom Bali tahun 2002, kemudian mulai beroperasi sejak 2003. Densus 88 dirancang sebagai satuan antiterorisme yang memiliki kemampuan untuk menindak setiap aktivitas terorisme, mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan.
Angka 88 yang tertera berasal dari kata ATA (Anti-Terrorism Act) yang jika dilafalkan dalam Bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini terdengar seperti Eighty Eight (88).
Sementara itu, burung hantu di logo Densus 88 menggambarkan filosofi sifat pemburu yang waspada, cekatan, cepat dan cerdas khas burung nokturnal itu.
Jumlah personel Densus 88 di tingkat pusat diperkirakan mencapai 400 orang, yang terdiri dari pasukan bersenjata hingga para ahli teknis seperti ahli bahan peledak dan ahli forensik pascaledakan.
Densus 88 saat ini dipimpin oleh Irjen. Pol. Martinus Hukom, yang menjabat sebagai Kadensus 88 sejak tahun 2020.
Sejak terbentuk pada tahun 2003, Densus 88 telah menjalankan berbagai operasi yang berkaitan dengan tindak terorisme. Beberapa operasi Densus 88 yang dikenang di antaranya:
- Melumpuhkan buronan teroris Dr. Azahari di Jawa Timur (9 November 2005)
- Melumpuhkan tersangka teroris Ibrahim atau Baim di Temanggung, Jawa Tengah (7-8 Agustus 2009)
- Menangkap puluhan tersangka terror bom Surabaya (Mei 2018). (*)
Grafis: Agus Eko