KOMPAS.TV - Setelah 9 jam diperiksa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka dugaan menerima hadiah dari izin ekspor benur atau bibit lobster.
Edhy diduga menerima uang senilai Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS dari pihak PT Aero Citra Kargo.
Perusahaan tersebut diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster, karena ekspor hanya dapat dilakukan melalui PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor.
Pada 5 November 2020 diduga ada aliran dana yang ditransfer dari rekening Ahmad Bahtiar (pemegang PT ACK) yang ditunjuk sebagai perusahaan forwarder untuk melakukan ekspor benih lobster.
Dana sebesar Rp 3,4 dari Ahmad Bahtiar miliar ke rekening salah satu bank atas nama AF yang diduga untuk keperluan Edhy Prabowo, IRW (istri Edhy).
Edhy tak sendiri, ada 6 orang lain juga jadi tersangka. Mulai dari Staf Kementerian hingga pihak swasta.
Rabu, 25 November 2020 dini hari hingga sore secara beruntun KPK menangkapi 17 orang, di Bandara Soekarno Hatta dan Daerah Depok, Jawa Barat.
Adapun yang dicokok di Bandara adalah rombongan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Termasuk sang istri, Iis Rosita Dewi. Edhy ditangkap saat mendarat dari Amerika Serikat dalam rangka kunjungan kerja di antaranya Honolulu, Hawaii.
Dari 17 yang ditangkap, 7 jadi tersangka suap izin ekspor benih lobster atau benur yakni Edhy dan stafnya, serta 2 orang dari perusahaan swasta. Sisanya dilepas oleh KPK.
Peneliti ICW, Tama S LangkunPeneliti ICW mengungkap kejanggalan pada kebijakan ekspor benih lobster di masa Edhy Prabowo dimana keanehannya sudah berasal dari hulu ke hilir.
Hulu nya adalah terkait perizinan ekspor benih lobster yang ditangani oleh Staf Kementerian yang dapat menentukan kuota, kemudian hilir nya adalah upaya untuk mengatur semua pengusaha harus mengirimkan benih lobster nya kepada satu cargo yang sudah ditunjuk oleh KKP.