JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah dan DPR akhirnya sepakat mengesahkan RUU Cipta Kerja, menjadi Undang-Undang.
Sempat terjadi drama "Walk Out" fraksi Demokrat, setelah salah satu anggota fraksi Demokrat bersitegang dengan pimpinan rapat paripurna DPR, Aziz Syamsudin.
Organisasi buruh menilai, rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan, tanpa adanya dialog terlebih dahulu dengan buruh, sebagai salah satu pemangku kepentingan.
Palu pimpinan sidang paripurna DPR sudah diketuk, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pun sah menjadi Undang-Undang.
Sidang yang juga mengagendakan penutupan masa sidang satu 2019-2020 ini digelar lebih cepat dari yang direncanakan.
Menurut Wakil Ketua Dpr Azis Syamsudin, perubahan jadwal sidang bukan karena menghindari demo buruh secara besar-besaran.
Sementara, anggota fraksi PKS di DPR, Amin AK, mengatakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di DPR hanya dalam waktu lima bulan adalah hal yang tidak lazim. Menurut Amin, untuk membahas satu tema RUU saja dibutuhkan waktu minimal setahun.
Organisasi buruh menilai, disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, tanpa melalui dialog secara komprehensif dengan pihak buruh terlebih dahulu.
Sehingga dikhawatirkan tidak akan terjadi hubungan yang harmonis antara pengusaha dan buruh, yang menghambat masuknya investasi.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengaku, bahwa Undang-Undang Cipta Kerja mendapat dukungan sejumlah kelompok buruh. Pemerintah juga mengimbau agar buruh tidak melakukan demo besar-besaran di tengah pandemi covid-19 seperti saat ini.
Dari sembilan fraksi di DPR, tujuh fraksi mendukung disahkannya rancangan Undang - Undang Cipta Kerja, PDI-P, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PPP, dan PAN yang menerima dengan catatan. Sementara fraksi Demokrat dan fraksi PKS menolak.