TRIBUN-VIDEO.COM - Lebih dari 45 hak paten dipegang oleh Presiden RI ketiga, Burhanuddin Jusuf Habibie.
Salah satu penemuan yang paling fenomenal adalah Teori Keretakan atau Crack.
Teori ini juga dikenal dengan nama Faktor Habibie.
Teori Crack adalah satu di antara banyak karya Habibie di bidang teknologi auronautika atau ilmu pesawat terbang yang dipakai oleh dunia penerbangan hingga sekarang.
Saking fenomenalnya penemuan ini, membuat Habibie dijuluki sebagai 'Mr Crack'.
Habibie memang dikenal sangat mumpuni dalam menghitung crack propagation on random sampai ke atom-atom pesawat terbang.
Baca: Pesan BJ Habibie Sebelum Meninggal Dunia untuk Cucunya yang Ingin jadi Pesepak Bola
Teori Crack ditemukan oleh Habibie pada 1960-an, ketika teknologi pesawat terbang belum secanggih sekarang.
Banyaknya kecelakaan pesawat terbang akibat kelelahan atau fatique pada badan pesawat melatarbelakangi penemuan ini.
Biasanya, titik rawan kelelahan pada bodi pesawat ini terjadi pada sambungan antara sayap dan badan pesawat terbang, atau antara sayap dan dudukan mesin.
Hal itu disebabkan karena bagian inilah yang secara terus-menerus mengalami guncangan keras, baik ketika sedang take off maupun landing.
Ketika pesawat melakukan take off, sambungannya akan menerima tekanan udara atau uplift yang besar.
Bagian ini juga yang akan menanggung hempasan tubuh pesawat ketika melakukan landing dan menyentuh landasan.
Lama-kelamaan, kelelahan pun terjadi, dan itu adalah awal dari keretakan (crack).
Semakin hari keretakan itu semakin memanjang dan dapat berakibat fatal, karena sayap pesawat bisa patah tanpa diduga.
Hal ini menyebabkan potensi fatique semakin besar.
Melihat dunia penerbangan dengan permasalahan seperti itu, BJ Habibie kemudian datang menawarkan solusi.
Dialah yang menemukan bagaimana rambatan titik crack itu bekerja.
Dengan teorinya, Habibie berhasil menghitung crack itu dengan rinci sampai pada hitungan atomnya.
Hal tersebut tidak saja menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharannya lebih mudah dan murah.
Dengan Teori Crack atau Faktor Habibie, porsi rangka baja pesawat bisa dikurangi dan diganti dengan dominasi alumunium dalam bodi pesawat terbang.
Hal itu tentu mengurangi bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar sampai 10 persen dari bobot konvesionalnya.
Faktor Habibie juga digunakan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian pada kerangka pesawat.
Hal itu membuat badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara ketika pesawat melakukan take off.
Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat.
Masalah penstabilan konstruksi di bagian ekor pesawat ini dapat dipecahkan Habibie hanya dalam masa enam bulan.