Jalur merupakan alat transportasi utama warga di sepanjang Sungai Kuantan.
Bagian hulu Sungai Kuantan terletak di Kecamatan Hulu Kuantan dan bagian hilir berada di Kecamatan Cerenti.
Pada awal abad ke-17 Jalur digunakan sebagai sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi mengangkut sekitar 40-60 orang penumpang.
Kemudian mulai muncul jalur-jalur yang diberi hiasan seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung.
Selain itu, perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri) juga ditambahkan sebagai hiasan.
Fungsi jalur kemudian berkembang bukan hanya sebagai alat transportasi melainkan juga sebagai simbol identitas sosial.
Karena pada masa tersebut orang-orang yang memiliki Jalur hias hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan para datuk.
Selang 100 tahun kemudian, lomba adu kecepatan antar jalur atau pacu jalur mulai dilaksanakan.
Pada masa penjajahan Belanda, Pacu Jalur diadakan untuk memeriahkan perayaan adat, kenduri rakyat dan untuk memperingati hari kelahiran Ratu Belanda, Wihelmina pada 31 Agustus.
Seiring perkembangan zaman, Pacu Jalur diadakan untuk memperingati Hari Besar Islam dan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Selain itu, Pacu Jalur juga diadakan untuk menarik wisatawan baik domestik maupun internasional agar berkunjung ke Riau dan Kabupaten Singingi.