TRIBUN-VIDEO.COM - Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape.
Sultan Hasanuddin lahir di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631.
Sosok Sultan Hasanuddin yang pemberani dalam mengusir penjajah dari Sulawesi Selatan membuat Belanda memberikan julukan Ayam Jantan dari Timur atau de Haav van de Oesten.
Sultan Hasanuddin berusaha menyatukan semua kerajaan di sisi timur Indonesia untuk berperang melawan Belanda, yang dimulai pada 1660.
Sultan Hasanuddin bahkan berhasil menguasai dua kapal penjajah, de Walvisch dan de Leeuwin.
Sultan Hasanuddin pernah menandatangani perjanjian paling terkenal selama era kolonial yaitu Perjanjian Bungaya.
Perjanjian ini menandai dimulainya monopoli pasar oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Sultan Hassanudin wafat di Gowa, Sulawesi Selatan pada 12 Juni 1670, mengakhiri keberaniannya yang luar biasa pada umur 39 tahun.
Masa Kecil
Sultan Hasanuddin atau yang dikenal sebagai Mallombosi adalah putra kedua dari Sultan Malikussaid, Sultan Gowa ke-15.
Ibu Mallombosi bukanlah permaisuri, maka seharusnya Mallombosi tidak berhak menduduki tahta kerajaan Gowa.
Saat Sultan Malikussaid meninggal dunia pada 1655, para pejabat kerajaan sepakat menobatkan Mallombosi sebagai raja.
Mallombosi semenjak kecil terkenal akan prestasinya yang luar biasa dan sering memperlihatkan jiwa kepemimpinan.
Sultan Hasanuddin juga pandai bergaul tidak hanya di lingkungan istana dan rakyat, tetapi juga orang asing yang berkunjung ke Makassar untuk berdagang.
Sultan Malikussaid ternyata memang mengarahkan Mallombosi untuk menjadi pewaris tahta kerajaan dengan mengajarkan berbagai keahlian seperti cara menjalankan pemerintahan, diplomasi dan strategi peperangan.
Di usia 20 tahun, Mallombosi sudah dikirim sebagai utusan resmi kerajaan Gowa untuk menjalin kerja sama dengan kerajaan-kerajaan lain.
Ayahnya juga mengangkat Mallombosi sebagai panglima perang.
Raja Gowa ke-16
I Mallombasi Daeng Mattawang dinobatkan menjadi Raja Gowa ke-16 dengan gelar Sultan Hasanuddin pada bulan Nopember 1653 pada usia 22 tahun.
Saat Sultan Hasanuddin menaiki tahta kerajaan, hubungan antara Gowa dengan Vereenigde Oast Jndische Compagnie (VOC) sedang memanas.
Pertentangan ini telah terjadi semenjak masa pemerintahan ayahnya.
Gowa saat itu merupakan kerajaan besar dan menguasai lalu lintas perdagangan di wilayah Indonesia bagian timur.
Bahan dagang utama ialah rempah-rempah yang berasal dari Kepulauan Maluku.
VOC menganggap orang-orang Makassar dan kerajaan Gowa sebagai penghalang misi mereka menjalankan monopoli perdagangan di kawasan itu.
Gowa menganut politik bebas dalam hal perdagangan yang artinya mereka berdagang dengan pihak mana pun yang dianggap akan menguntungkan.
VOC melarang orang-orang Makassar berdagang dengan musuh-musuh Belanda (VOC) seperti Portugis dan sebagainya.
Keinginan VOC ditolak oleh Sultan Malikussaid.
Karena menduga sewaktu-waktu mereka harus berhadapan dengan VOC, Sultan Malikussaid menghimpun kekuatan dengan membentuk peresekutuan dengan kerajaan lain di sekitar Gowa.
Sayangnya beberapa kerajaan menolak untuk bergabung seperti Wajo, Bone, Soppeng dan Bantaeng.
Sultan Malikussaid bahkan memerangi Bone pada tahun 1644 karena menolak bergabung.
Sehingga ketika Hasanuddin menjadi raja, beberapa kerajaan kecil sudah bersiap untuk melepaskan diri dari kekuasaan Gowa.
Arung Palakka (atau Aru Palaka) memberontak dengan dibantu oleh Raja Soppeng.
Pemberontakan itu berhasil dipatahkan, tetapi Arung Palakka melarikan diri ke Buton dan mendapat perlindungan dari Sultan Buton.
Bersama dengan kurang lebih 400 orang pengikutnya, Aru Palaka kemudian berangkat ke Jakarta dan bergabung dengan VOC.
Pada tahun 1662, kapal VOC de Walvish memasuki perairan Ujung Pandang (sekarang disebut Makassar) tanpa izin.
Sultan Hasanuddin kemudian menyita kapal itu beserta 16 pucuk meriam.
Dua tahun kemudian terjadi lagi insiden kapan VOC de Leeuwin yang kandas di Pulau Dayang-dayangan.
Sebanyak 100 orang anak buah kapal mati tenggelam dan sisanya sebanyak 162 orang ditawan oleh Gowa.
Melihat sikap Hasanuddin yang keras, VOC berusaha membujuk Gubernur Jenderal Joan Maetsuyker pada tahun 1665 mengutus Joan van Wesenhagen ke Gowa untuk menemui Hasanuddin.
Usaha perdamaian itu gagal karena Sultan Hasanuddin merasa VOC merugikan kepentingan Gowa.
Saat Gowa menyerang Buton karena telah melindung Arung Palakka, VOC melibatkan diri sebagai sekutu.