TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Seorang driver Go-Jek Bali, Andik, menyatakan bahwa pihak Manajemen Go-Jek Bali tidak profesional dalam memberlakukan kebijakan.
Itu menyangkut denda yang dilakukan semenjak 30 November kemarin.
Dua bulan baru bekerja, tidak relevan jika dirinya sudah menerima denda sebesar Rp 17 juta.
Tentu saja, hal itu membuat dirinya geram dan memprotes kebijakan tersebut.
"Enggak masuk akal. Apalagi menyebut itu orderan fiktif. Dari mana, dan mana buktinya mereka (manajemen Go-Jek) tidak dapat memberikan buktinya," ujar Andi kepada Tribun Bali, saat pengaduan di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Bali di Jalan Plawa, Denpasar, Bali, Jumat (4/12/2015).
Karena itu, dirinya meminta kebijakan denda yang diberlakukan dicabut oleh pihak manajemen Go-Jek Bali.
Sebab, tidak ada relevansi antara denda dan kinerjanya.
Sementara itu, saat ini puluhan driver melakukan mencari keadilan dengan melakukan pengaduan pada pihak LBH mengenai tidak masuk akalnya kebijakan Go-Jek Bali.
Sebelumnya, Puluhan driver Go-Jek yang mendatangi kantor DPRD Bali, Jumat (4/12/2015) siang untuk menyampaikan aspirasi “bertepuk sebelah tangan”.
Di kantor DPRD mereka tak bisa bertemu dengan seorangpun untuk menyampaikan keluh kesahnya.
Koordinator aksi dari Go-Jek Bali, Krisna mengatakan niat mereka bukanlah demonstrasi, tetapi cuma menyampaikan aspirasi ke rumah aspirasi rakyat itu.
Ia mengatakan karena para anggota dewan tidak ada yang menemui, mereka akan menyampaikan aspirasi satu minggu setelah Pilkada. (*)